dilam

dilam
APA KATA DUNIA MAMA

Senin, 01 Maret 2010

Hipertrofi adenoid dan fungsi telinga tengah

Hubungan Hipertrofi Adenoid Dengan Gangguan

Fungsi Ventilasi Telinga Tengah

Pendahuluan

Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Secara fisiologik adenoid membesar pada anak usia 3 tahun dan akan mengecil dan hilang pada usia 14 tahun. Pembesaran ini dapat menyebabkan disfungsi tuba eustachius dan sumbatan pada koana. Telah disimpulkan bahwa secara konklusif bahwa adenoid besar peranannya dalam terjadinya otitis media. Hal ini disebabkan karena letaknya yang berdekatan dengan pangkal tuba, posisinya yang lebih horizontal dibandingkan pada orang dewasa dan seringnya terjadi regurgitasi cairan atau makanan pada anak-anak karena penutupan velofaringeal yang tidak sempurna. Selain itu adenoid juga berperan seabagi reservoir untuk infeksi di nasofaring sehingga dapat menyebabkan inflamasi seluruh cincin waldeyer, terutama yang letaknya berdekatan dengan pangkal tuba eustachius. (1,2,5)

Adanya penyumbatan tuba eustachius dapat menimbulakn gangguan fungsi tuba berupa gangguan ventilasi, drainase dan proteksi yang dapat menyebabkan otitis media berulang, otits media kronik. Sedangkan sumbatan pada koana akan menyebabkan pernafasan melalui mulut sehingga dapat terjadi facies adenoid, faringitis, bronchitis serta gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulakn sinusitis kronik.

Fungsi ventilasi tuba eustachius dapat diketahui dengan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan timpanometri. Pemeriksaan ini berdasarkan prinsip yang sederhana yaitu apabila energi bunyi mencapai membran timpani, maka sebagian akan diabsorpsi sedangkan sisanya akan dipantulkan. Membran timpani yang kaku akan memantulkan lebih banyak energi dibandingkan membran timpani yang lentur. Dengan mengubah tekanan udara dikanalis auditorius eksterna, kemudian mengukur energi bunyi yang dipantulkan, dapat dilakukan penilaian terhadap kelenturan dan kekakuan sistem timpano osikuler. (2,4)

ADENOID

Defenisi adenoid

Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangualr yang terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid pertama kali diketahui keberadaanya oleh meyer (1868) sebagai salah satu jaringan yang membentuk Cincin waldeyer. Nasofaring berperan sebagai penghubung udara inspirasi dan sekresi sinonasal yang mengalir dari kavum nasi ke orofaring, ruang resonansi saat berbicara dan area drainae untuk kompleks tube eustachius – telinga tengah-mastoid. Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis dan akan terus tumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukurannya beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maksimun tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Yang terpenting dari edenoid bukanlah ukuran absolutnya, tapi bagaimana ukuran tersebut terhadap struktur penting pada nasofaring. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti virus, bakteri, makanan dan iritasi lingkungan. (1,3)

Adenoid terletak pada dinding posterios nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius-telinga tengah-kavum mastoid pada bagain lateral. Secara histoligis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun seluler,seperti pada bagian epitelium krypte, folikel limpoid dan bagan ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respon terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen.

Gbr. 1. Anatomi Adenoid (5)

Gejala klinik Pembesaran Adenoid (1,2,3,6)

Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :

Obstruksi nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut .Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistic antara pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.

Facies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai tampak muka yang karakteristik. Tampakan klasik tersebut meliputi :

Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari botol dalam jangka panjang.

Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/ hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih tinggi.

Efek pembesaran adenoid pada telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otits media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh Bluestone.

Sleep apnea

Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obstruksi, setral atau campuran.

Diagnosis Pembesaran Adenoid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik, pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit). Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara langsung. Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran adenoid (3).

Prosedur Pemeriksaan Radiologi:

Posisi Pasien : Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri tegak pada film sejauh 180 cm.

Pengukuran adenoid (A) : A’ adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi inferior bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik lurus dari tepi anterior basisoksiput. Jarak A diukur dari titik A’ ke perpotongannya pada garis B (gambar 2)

Pengukuran ruang nasofaring : Ruang nasofaring dikukur sebagai jarak antara titik C’, sudut posterior-superior dari palatum durum dan D’ (sudut anterior-inferior sincondrosis sfenobasioksipital. Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D’ ditentukan sebagai titik yang melewati tepi posterior-inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.


Gambar 3. Pengukuran Adenoid Gambar 4. Pengukuran ruang nasofaring

Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan ukuran ruang nasofaring, yaitu Rasios AN = A/N.

Pembesaran adenoid dengan kriteria sebagai berikut:

a. Rasio Adenoid-Nasofaring 0 - 0,52 : tidak ada pembesaran

b. Rasio Adenoid-Nasofaring 0,52 – 0,72 : pembesaran sedang-non obstruksi

c. Rasio Adenoid-Nasofaring > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi

CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal.

Terapi pilihan untuk suatu pembesaran adenoid adalah dengan pembedahan yaitu adenoidektomi. Meskipun tindakan ini menjadi kontroversi bagi dokter THT dan dokter anak karena merupakan jaringan limfatik, namun beberapa kasus menjadi indikasi yang absolute seperti obstructive sleep apnea syndrome dan cor-pulmonale. Indikasi relative adenoidektomi adalah otitis media rekurren, sinusitis rekuren, deformitas oral-fasial.

FUNGSI VENTILASI TELINGA TENGAH

Telinga Tengah

Telinga tengah tersusun dari cavitas-cavitas yang terisi udara dan terbagi menjadi cavum timpani dan air cells mastoid. Cavitas ini terhubung dengan nasofaring melalui tuba eustachius. Seperti sinus paranasal, telinga tengah dilapisi oleh mengandung epitel saluran pernapasan yang bersilia dan mengandung sel goblet. Secara topografi telinga tengah berbatasan dengan beberapa struktur penting. (3,5)

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- batas atas : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah; kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval window, round window dan promontorium.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius.

Tuba Eustachius

Tuba eustachius menghubungkan cavum timpani dengan nasofaring, dimana ostium tuba terletak di belakang koana. Fungsi tuba eustachius antara lain:

Ventilasi bagi cavum timpani dan air cells

Menyeimbangkan perbedaan tekanan antara cavum timpani dengan atmosfer

Drainase dari telinga tengah

Membentuk pertahanan/barrier untuk mencegah ascending infection

Tuba eustachius pada bayi dan anak-anak lebih pendek, lebar dan horizontal dibandingkan dengan orang dewasa dan tersusun oleh kartilago yang lebih lunak. Struktur ini mempengaruhi fungsi dari tuba eustachius dan menjadi sebab tingginya insiden otitis media pada anak. Pada usia 7-10 tahun, anatomi dan fungsi tuba eustachius pada anak sudah menyerupai orang dewasa.

Sepertiga lateral tuba eustachius tersusun oleh tulang tempat insersi muskulus tensor timpani. Bagian medial tersusun dari kartilago yang diperkirakan berasal dari basis kranii. Bagian tersempit dari tuba eustachius disebut istmus terdapat di daerah peralihan antara bagian tulang dan kartilago. Di lokasi ini dapat terjadi peradangan akibat stenosis. Tuba eustachius dibuka secara aktif oleh muskulus tensor velli palatini. Fungsi tuba eustachius secara umum tergantung pada keseimbangan antara kekuatan pembuka seperti tonus otot, tekanan telinga tengah dan kelenturan kartilago dengan kekuatan penutup seperti tekanan jaringan, tegangan permukaan mukosa dan tekanan negatif pada telinga tengah (1,3,5).

Gbr 4. Tuba Eustachius (5)

Panjang Tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat menguyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor veli palatini apabila tekanan berbeda antara 20-40 mmHg. Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal, seperti tuba terbuka abnormal, mioklonus palatal, palatoskizis dan obstruksi tuba. Pemeriksaan fungsi tuba eustachius dapat dilakukan dengan pemeriksaan timpanometri. (3,4)

PEMERIKSAAN TIMPANOMETRI

Timpanometri adalah pemeriksaan impedans telinga tengah yang berkesinambungan dengan pemberian tekanan udara yang bervariasi dan sistemik ke dalam liang telinga. Pemeriksaan ini sensitif dalam menilai integritas membran timpani dan fungsi telinga tengah termasuk keadaan tuba Eustachius. Pada timpanometri dikenal istilah compliance (kepatuhan ) yang maksimun dari telinga tengah yang di identifikasi sebagai puncak pada timpanogram. Titik maksimun dari compliance menunjukkan tekanan pada membran timpani lebih mobil dan terjadi ketika tekann liang telinga luar sama dengan telinga tengah.

Liden(1969) dan Jerger (1970) mengembangkan suatu klasifikasi timpanogram Tipe A : Normal, Kompliance maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara luar sehingga memberi kesan tekanan udara telinga tengah normal. Puncak compliance antara tekanan udara – 100 samapi dengan + 100 daPa dengan compliance antara 0,2 ml sampai dengan 2,5 ml.

Tipe As : Sama dengan tipe A tetapi kepatuhan lebih rendah. Fiksasi / kekakuan osikuler sering dihubungkan dengan tipe ini. Kompliance < 0,2 ml.

Tipe Ad : Sama dengan tipe A dengan puncak yang tinggi, compliace telinga tengah sangat tinggi atau hilang. Terdapat pada membran timpani yang lentur atau diskontinuitas rantai osikula, compliance > 2,5 ml.

Tipe B : Gambaran timpanogram mendatar atau sangat (flat), puncak berbentuk kubah, tapi volume liang telinga telinga dalam batas normal yaitu 0,63 ml – 1,46 ml. Hal ini memberi kesan sedikit atau bahkan tidak ada compliance dan menunjukkan adanya cairan dalam telinga tengah. Beberapa interpretasi timpanogram tipe B dihubungkan dengan volume liang telinga :

Tipe B (volume liang telinga normal) menunjukkan otitis media efusi.

Tipe B (volume liang telinga kecil) menujukkan liang telinga tersumbat oleh serumen atau probe tersumbat karena mengenai dinding liang telinga.

Tipe C : Puncak timpanogram yang berada pada tekanan negatif yaitu < -100 daPa. Gambaran ini terdapat pada gangguan fungsi tuba eustachius dan ventilasi telinga tengah yang inadekuat, atau otitis media yang mengalami penyembuhan.

Gbr.5. Timpanogram(5)

Gangguan fungsi ventilasi tuba Eustachius dapat dideteksi melalui pemeriksaan timpanometri. Dengan melihat tekanan udara dengan compliance maksimum pada timpanogram maka tekanan telinga tengah dapat ditentukan. Jika dalam batas normal berarti fungsi ventilasi tuba Eustachius dikatakan normal sebab tuba Eustachius dapat menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara sekitarnya. Jika tuba Eustachius tersumbat, maka akan terjadi tekanan negatif tinggi dalam telinga tengah

akibat absorpsi gas oleh mukosa telinga tengah. Tekanan negatif lebih dari -100 mm H

2 O menandakan adanya gangguan fungsi ventilasi tuba Eustachius 7-10 . Pada membran timpani adesiva atau ruang telinga tengah dipenuhi cairan pada otitis media serosa, maka tidak ada titik compliance maksimum sehingga timpanogramnya menjadi mendatar.

PEMBESARAN ADENOID DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS.

Pembesaran adenoid seperti yang dijelaskan sebelumnya akan menyebakan gangguan pada struktur di ostium tuba eustachius sehingga fungsinya akan terganggu yang dapat dilihat secara obyekit pada pemeriksaan timpanometri. Tekanan udara dalam telinga tengah akan menurun dibandingkan tekanan udara luar akibat obstruksi oleh hipertrofi adenoid, sehingga didapatkan hasil timpanogran tipe C. Bila ada cairan efusi dalam rongga telinga tengah akan menghasilkan timpanogram tipe B.Penelitian Wang (1997) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pembesaran adenoid dengan perubahan pada timpanogram. Meskipun tidak terjadi pada semua umur. Penelitian oleh Parodnia tahun 2003 pada 89 anak dengan hipertropi adenoid didapatkan gambaran timpanogramnya tipe B 72 % dan tipe C 19 %. (6,7,8)

DAFTAR PUSTAKA

  1. Rusmarjono, Efiaty Arsyad Soepardi . Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid . Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed 6. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2007. p 217-223
  2. Adams, Goerge L. "Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring." In Boies Buku ajar Penyakit THT Edisi 6, by Lawrence R Boies, Peter A Higler Goerge L Adams, 337-342. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994.
  3. Ballenger, John Jacob. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Binarupa Aksara, 1994.
  4. Dhingra, PL. Diseases Of Ear Nose and Throat. New Delhi: Elsevier, 2004.
  5. Baylei. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy in Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
  6. Lore, John.M. An Atlas Of Head and Neck Surgery Fourth Edition. Philadelphia: Elsevier Saunder, 2005.
  7. Modrzynzki M . The results of tympanometry in children with adenoid hypertrophy and coexiting allergy. Available ar URL: www.pub med .com. Last update Oct 2003
  8. Konsulov S. The Importance of Tympanometry in Diagnosting the Compliacation s of the Adenoid Vegetation. Balkan Journal Otology & Neuro-Otology. Vol.2 No.I. 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar