dilam

dilam
APA KATA DUNIA MAMA

Selasa, 02 Maret 2010

ANGINA LUDWIG

ANGINA LUDWIG

1. PENDAHULUAN

Angina Ludwig atau dikenal juga dengan nama Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 (1- 4), merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan menunjukkan lokasi infeksi. Yang termasuk abses leher dalam ialah abses peritonsil, abses parafaring, abses retrofaring dan angina ludovici (angina Ludwig) atau abses submandibular. (1)

Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis atau flegmon yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati, sehingga keras pada perabaan submandibula.(1-9) Ruang suprahioid berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os. Hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial. (1,4)

2. EPIDEMIOLOGI

Kebanyakan kasus angina Ludwig dapat terjadi pada orang sehat secara dini. Dengan terdapat faktor predisposisi berupa diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis, dan sistemik lupus eritematosus. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi sejak 12 hari-84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1 sampai 4:1).(2, 3,8)

3. ANATOMI

Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fasia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fasia pada leher ini adalah merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe. (2)

Ruang submandibular merupakan ruang di atas tulang hyoid (suprahyoid) dan otot mylohyoid. Di bagian anterior otot mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu di bagian superior adalah ruang sublingualis dan di bagian inferior yaitu otot submaksilaris. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingualis, ruang submentalis dan submaksillaris. (1-4)

Gambar 1. Ruang Sublingual, di bagian superior dari otot mylohyoid. Ruang submandibularis yang berada di inferior dari otot mylohyoid. (Diambil dari kepustakaan 2)

Ruang submandibularis dipisahkan dengan ruang sublingualis di bagian superiornya oleh otot mylohyoid dan otot hyoglossus, di bagian medialnya oleh styloglossus dan di bagian lateralnya oleh korpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fasia superfisial, otot platysma lapisan superfisial pada fasia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh otot digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal. Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillaris, duktus Wharton, nervus lingualis dan hypoglassal, arteri fasialis, dan sebagian nodus limfe dan lemak. (10)

Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah di bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi bagian anterior dari otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fasia superficial, dan otot platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous. (10) Ruang submaxillaris berada di bawah otot myelohyoid, dan ruang sublingual berada di atasnya tetapi masih di bawah lidah (11)

Ruang-ruang yang sering terkontaminasi adalah leher bagian depan, ruang faringomaksilaris (parafaringeal), retrofarings dan mediastinum superior.(3)

4. ETIOLOGI

Dilaporkan sekitar 50%-90% angina Ludwig berawal dari infeksi odontogenik, khususnya dari molar dua atau tiga bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat otot myohyloid, dan abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula. Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar, fraktur mandibula terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar atau lantai mulut. (1, 3, 5,12 ,13)

Organisme yang paling banyak ditemukan padapenderita angina Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Banteri anaerob seringkali juga diisolasi meliputi bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, dan Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella. (1-3,5,7,13)

5. PATOGENESIS

Berawal dari etiologi di atas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam yang merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahangbawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal.(1) Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.(7)

Gambar 2. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus. Infeksi premolar dan molar menyebabkan perforasi, kemudian menyebar keruang-ruang yang dibatasi oleh m. mylohyoideus. (Diambil dari kepustakaan 12)

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras dari fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.(1)

Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikutistruktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus menuju ruang- ruang fasia leher. (1)

Gambar 3. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fasia dan kulit. Ruang submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga. (Diambil dari kepustakaan 12)

Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian superior dan posterior, sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.(1,3)

Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian inferior yaitu otot mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.(2)

Gambar 4. Ruang sublingual, terletak antara mukosa mulut dan m. mylohyoid Ruang ini dapat terinfeksi yang berasal dari premolar dan molar pertama. (Diambil dari kepustakaan 12)

Gambar 5. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas tulang hyoid meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran “bull neck”. (Diambil dari kepustakaan 2)

Tulang hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior, dan pembengkakan menyebar di daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran “Bull neck”. (2)

6. GEJALA KLINIS

Penderita angina Ludwig yang mempunyai riwayat hygiene mulut atau baru saja malakukan ekstraksi gigi dan sakit gigi.yang buruk gejala yang timbul dapat bersamaan dengan sepsis seperti demam, takipne dan takikardi. (3)

Figure 1

Figure 2

Figure 3

Pembengkakan submental, mulut tidak dapat membuka.

Pembengkakan yang menegang, pasien tidak dapat membuka mulutnya.

Bengkak meluas ke arah lateral dan pasien mengalami abrasi pada hidung.

Gambar 6. Gambaran klinis angina Ludwig (diambil dari kepustakaan 2)

Gambar 7. Abses submandibula pada orang dewasa

dengan diabetes mellitus (diambil dari kepustakaan 1)

Gejala yang lain adalah nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibula, yang tampak hiperemis, nyeri tekan dan keras pada perabaan (seperti kayu), drooling, dan trismus. Ada juga yang mengalami disfonia (a hot potato voice),dikarenakan edema pada organ vokal. (3)

Pada pemeriksaan mulut didapatkan dasar mulut dan leher depan membengkak secara bilateral berwarna kecoklatan , dapat mendorong lidah ke atas dan belakang sehingga menimbulkan sesak nafas. Pada palpasi teraba tegang dan kadangkala ada emfisema subkutan serta tidak ada fluktuasi atau adenopati.. Meskipun banyak pasien sembuh tanpa komplikasi, angina Ludwig dapat berakibat fatal dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak napas dan atau stridor karena sumbatan jalan napas kemudian sianosis. (1, 3,5,6)

7. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Daria anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher (1), kesulitan makan dan menelan(13). Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi(1,3,5) atau adanya riwayat higien gigi yang buruk(3).

b. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam, takipnea, dan takikardi.(3,7) Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling,(1,3,7) disfonia, dan pada pemeriksaan mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe.(3)

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada, yang mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan penyempitan jalan napas.(3) Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan bantuan.(3,4) Selain itu foto panoramik rahang dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya.(3)

Pemeriksaan Penunjang.

- Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase.

- Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.

- Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan jaringan lunak dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas.

- Foto panoramik berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta struktur tulang yang terlibat infeksi.

- CT-scan

8. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.(3)

Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang dikemukakan oleh Grodinsky yaitu(1,3) :

1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga

2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus

3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar

4. Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik

9. PENATALAKSANAAN

Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah menjamin jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anastesi lokal.(1,3,4,9) Selain itu, untuk mengurangi pembengkakan mukosa dapat diberikan nebulisasi epinefrin.(3) Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas secara intravena untuk organisme gram positif dan gram negatif, aerob maupun anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas pus.(1,3) Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G dengan metronidazole, clindamicin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoksisilin-clavulanate.(3,4,13,14) Walaupun masih merupakan suatu kontroversial, tetapi pemberian dexamethason secara intravena untuk mengurangi edema pada jalan napas masih sering diterapkan.(3,4)

Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya penemuan radiologis berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak, krepitus, atau needle aspirate yang purulen.(3) Drainase juga dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan klinik setelah pemberian terapi antibiotik.(3)

PENATALAKSANAAN

4 Prinsip utama

1. Proteksi dan kontrol jalan napas

2. Pemeberian antibiotik yang adekuat

3. Insisi dan drainase abses

4. Hidrasi dan nutrisi adekuat

10. KOMPLIKASI3

Komplikasi yang dapat timbul pada angina Ludwig yang tidak diterapi secara tepat adalah sebagai berikut:

a. Obstruksi jalan napas

b. Infeksi carotid sheath

c. Tromboplebitis supuratif pada vena jugular interna

d. Mediastenitis

e. Empiema

f. Efusi pleura

g. Osteomielitis mandibula

h. Pneumonia aspirasi

11. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya angina Ludwig.(1)

12. PROGNOSIS

Prognosis Angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas dan kemudian pemberian antibiotik.(3) Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa. (1) Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%.(3) Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Dengan begitu angka mortalitas juga menurun hingga kurang dari 5%.(3)

12. KESIMPULAN

Angina Ludwig adalah suatu penyakit infeksi jaringan lunak dasar mulut dan leher. Infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri gram positif, gram negatif, aerob maupun anaerob. Biasanya penderita dengan penyakit tersebut memiliki riwayat sakit gigi, mengorek, dan mencabut gigi. Untuk menghindari terjadinya komplikasi yang fatal, maka harus mewaspadai gejala-gejala klinik dari penyakit tersebut, salah satunya penyempitan jalan napas.

Mengontrol jalan napas sangat penting dan untuk itu dipertimbangkan pemberian antibiotik, drainase, dan trakeostomi. Dengan deteksi dan pengobatan dini, maka angka mortalitas dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo, S P. Penatalaksanaan angina Ludwig. [serial online] Januari-Maret 2008 [cited 2008 Feb 05]; Vol.21.No.1. Available from : URL: http://www.DexaMedica.co.id

2. Hartman jr,R W. Ludwig’s Angina in Children. [serial online] July 1999 [cited 2009 Feb 05]; Vol.60/No.1. Available from: URL:http://www.aafp.org/afp/990700ap/contents.html

3. Lemonick, D M. Ludwig’s Angina : Diagnosis and treatment. [serial online] July 2002 [cited 2009 Feb 03]; Clinical review Article. Available from: URL:http://www.turner-white.com

4. Kulkarni A H, Pai S D, Bhattarai B, Rao S T, Ambareesha M. Ludwig’s Angina and airway consideration : a case report. [serial online] June 2008 [cited 2009 Feb 03]; Cases Journal 2008, 1:19. Available from: URL: http://www.casesjournal.com/content/1/1/19

5. Fachruddin, D. Abses leher Dalam. In:Soapardi E A, Iskandar N I, Bashiruddin J eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telingan hidung tenggorokan Kepala & Leher. Edidi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. P.230.

6. Adams G L, Boeis jr L R, Higler P A, eds. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Philadelphia: W.B. Sauders Company; 1994.p.345-6.

7. Hibbert J. ed. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1997.p.5/16/17

8. Ocasio-Tasco M E, Martinez m, Cedeno A, Torres Palacios A, Alicea E, Rodrigues-Cintro W. Ludwig's Angina: An Uncommon Cause of Chest Pain [serial online] May 2005 [cited 2009 Feb 03]; South Med J. 2005;98(5):561-563. Available from: URL: http://www.medscape.com/viewarticle/504979_2

9. Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania: Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.

10. Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 2nd ed. Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5

11. Ballenger J J. Disease of the oral cavity. In: Ballenger J J, Snow Jr J B,eds. Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. 15th Ed. United states of America : Williams & Walkins; 1996.p.233-234.

12. Chummings, CW. Odontogenic infection. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2nd ed. p. 1206-8.

13. Chow A W. infection of the oral cavity, neck, and head. In: Mandell GL, Bennet J E, Dolin R. Mandell, Douglas and Bennet’s Principle and Practice of Infectious Disease.6th Ed. Churchill Livingstone: Elsevier;2005. p.793.

14. Bisno AL. Pharyngitis. In: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. 6th Ed, Vol. 1. Mandell, Douglas, and Bennet’s Principles and Practice of Infectious Diseases. Elsevier Churchill Livingstone Pennsylvania: 2005. p.756

Tidak ada komentar:

Posting Komentar